Selasa, 12 Mei 2009 di 19.53 | 0 komentar  
Beberapa pemikiran tentang pentingnya pelibatan laki-laki dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan
Jika kita lihat peran laki-laki secara umum dalam KEHIDUPAN sehari-hari, maka beberapa hal di bawah ini dapat dicatat sebagi pemikiran di dalam pelibatan laki-laki untuk penghapusan kekerasan.
1. Laki-laki sebagai pelaku kekerasan tehadap perempuan
Dari statistik yang di dapat dari hasil Susenas 2006, terlihat bahwa 70% pelaku kekerasan fisik terhadap perempuan adalah laki-laki. Demikian pula pada kekerasan lainnya seperti pemerkosaan, penelantaran dan pelarangan bekerja serta kekerasan ekonomi lainnya berkisar antara 60-80%. Dari angka ini terlihat bahwa laki-laki sebagai pelaku kekerasan sangat dominan.
2. Laki-laki masih dianggap berkedudukan lebih tinggi
Nilai patirarki yang ada di masyarakat masih menjadi referensi masalah relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam nilai patriarki, laki-laki ditempatkan lebih tinggi dari perempuan dalam banyak aspek kehidupan. Perempuan sering dianggap sebagai sub-ordinat laki-laki dan masih sering dimarjinalkan. Dengan demikian, laki-laki dituntut untuk menjadi manusia super yang bisa mengatasi semua masalah, padahal dalam perubahan jaman, laki-laki juga mengalami keterbatasan-keterbatasan yang semakin terlihat. Namun demikian belum ada konsep yang ditawarkan pada kehidupan masyarakat secara efektif, bagaimana nilai patriarki yang cocok untuk saat ini. Belum ada upaya social engineering untuk hal itu. Walaupun sudah dirasakan perlu adanya perubahan, namun siapa dan bagaimana perubahan itu akan dilakukan, sehingga ada nilai baru yang lebih cocok dengan situasi dan kondisi masa kini.
3. Laki-laki sebagai korban kekerasan
Banyak pihak menganggap bahwa laki-laki bukan hanya sebagai pelaku kekerasan, namun juga sebagai korban. Meraka adalah korban dari nilai dan norma dalam masyarakat, dimana mereka harus mengekspresikan diri menjadi laki-laki menurut nilai patriarki yang ada, sehingga mereka melakukan perbuatan untuk tetap berada pada posisi itu, walaupun tidak sesuai dengan kondisi mereka. Jumlah laki-laki yang tercatat sebagai korban kekerasan yang sebenarnya, kecil dibandingkan dengan sebagai pelaku. Apakah hal ini karena adanya pandangan yang bias terhadap laki-laki, masih harus diteliti lebh jauh. Karena posisi yang harus dipertahankan menurut nilai patriarki, maka bukan tidak mungkin bahwa banyak laki-laki korban kekerasan yang tidak melaporkan dirinya sebagai korban, karena jika melaporkan, maka hal itu akan berpengaruh pada jati dirinya sebagai laki-laki menurut milai patriarki yang ada.
4. Laki-laki sebagai kelompok yang diam atau pemberi restu pada terjadinya kekerasan terhadap
perempuan
Banyak laki-laki belum memainkan peran dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Apakah ini karena keengganan mereka, karena mereka diberi label sebagai pelaku kekerasan, atau adanya rasa solidaritas semu sebagai sesama laki-laki, atau juga tidak peduli dan tidak tahu harus berbuat apa. Dalam banyak hal, karena mereka berdiam diri, maka secara langsung atau tidak, merupakan pula pemberi restu. Kelompok yang sementara ini berdiam diri, tentunya berpotensi untuk berkontribusi dalam memperbaiki keadaan. Cercaan yang sering terdengar, dapat pula menjadikan laki-laki membangun mekanisme pertahanan diri, sehingga perlu dicari cara yang baik untuk menjadikan mereka kelompok pembela terhadap perlakuan kekerasan terhadap siapapun.
5. Laki-laki sebagai Kepala Rumah Tangga
Data dari berbagai survey menunjukkan bahwa sebagian besar Kepala Rumah Tangga (87%) adalah laki-laki. Sebagai Kepala Rumah Tangga tentunya mereka dapat mewarnai corak kehidupan keluarga, menentukan bagaimana perilaku anggota keluarga dan juga menentukan bagaimana nantinya anak-anak mereka di masa depan. Di dalam Undang-Undang Perkawinan juga disebutkan bahwa laki-laki adalah Kepala Keluarga. Hal ini terbawa sampai ke masalah yang menyangkut urusan publik, seperti Dewan Kelurahan dan legalitas untuk urusan yang berkaitan dengan hak dan hukum. Dilihat dari posisi mereka sebagai Kepala Keluarga, laki-laki mempunyai potensi yang besar untuk mempengaruhi perilaku masyarakat. Oleh sebab itu, perlu menjadi pemikiran, bagaimana peran laki-laki sebagai Kepala Keuarga dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
6. Laki-laki sebagai pembuat keputusan
Sebagian besar pembuat keputusan publik adalah laki-laki. Di bidang manapun, laki-laki masih dominan sebagai pembuat keputusan publik. Upaya untuk meningkatkan sensitifitas laki-laki terhadap masalah yang dihadapi perempuan dalam pengambilan keputusan sudah banyak dilakukan, dan agar dampaknya lebih luas lagi, maka upaya yang ada harus dilakukan secara berkesinambungan. Membangun sensitifitas dan pemahaman tentang isu perempuan sudah terbukti memberikan hasil yang positip. Jika laki-laki mempunyai sensitifitas yang baik, maka keputusan yang dibuat akan lebih adil. Di dalam penanggulangan kekerasan terhadap perempuan, di banyak instansi penanggung-jawabnya adalah laki-laki. Dalam banyak hal, walaupun adanya tuntutan fungsi dan tugas, namun proses sensitisasi menjadi lebih baik dan lebih cepat. Masih banyak pula laki-laki yang berperan dalam organisasi masyarakat yang menentukan corak kehidupan masyarakat. Mereka berpotensi untuk menjadikan corak kehidupan yang berpihak pada perempuan. Bentuk pendekatan untuk menanamkan sensitifitas tentang kesetaraan dan keadilan untuk laki-laki dan perempuan memang perlu dikembangkan lebih jauh.

7. Peran pendidikan (Patron bagi anak laki-laki)
Dengan situasi sosial budaya yang ada, ayah masih menjadi model untuk anak laki-laki. Ayah menjadi contoh bagaimana anak laki-laki nantinya akan menjadi seperti apa. Dalam banyak pendidikan untuk anak, dan dalam banyak bentuk pengembangan diri anak laki-laki, ayah masih menjadi model. Ayah kemudian menjadi penting untuk menanamkan berbagai nilai bagi perkembangan jiwa anak. Pendekatan melalui ayah akan dapat memberikan dampak yang signifikan pada pembentukan jiwa anak.

8. Laki-laki sebagai nara sumber bagi peer group mereka
Dalam banyak hal, laki-laki akan lebih mudah berkomunikasi dengan sesama laki-laki. Hal ini dapat terlihat pada kelompok-kelompok remaja, maupun kelompok-kelompok seminat laki-laki dewasa. Dengan demikian mengembangkan critical mass laki-laki sebagai nara sumber untuk kelompok mereka akan dapat menjadikan mereka sebagai sumber informasi dan sumber dalam menanamkan pemahaman untuk hal-hal yang berkaitan dengan diri mereka.
Diposting oleh Okky Purnama Adhitya
Rabu, 29 April 2009 di 22.39 | 0 komentar  
Dalam kehidupan manusia seringkali terjadi berbagai peristiwa, baik itu senang atau sedih, datang silih berganti. Sulit untuk semua orang yang bisa menerimanya dengan penuh keikhlasan atau ketabahan luar biasa. Dengan adanya keluarga, teman, sahabat, atau kekasih mampu menghibur kita dikala datangnya masa-masa sulit, tetapi apa jadinya bila semua itu tidak mampu menjadi obat penyembuh luka di hati,
Diposting oleh Okky Purnama Adhitya
Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger templates